Page 23 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 23

NASKAH BUKU BESAR PROFESOR UNIVESITAS TERBUKA

                  atau “imajinasi sosial” (reality as a social imajination). Sedangkan individu
            14
                  membangun realitas hanya karena stimulasi dari lingkungan melalui
                  makna-makna yang diperoleh di dalam aktivitas masyarakat melalui
                  “interaksi simbolik” yang diciptakan oleh masyarakat.
                      Dalam teori dan filsafat ilmu pengetahuan, pemikiran tadi lazim
                  disebut sebagai “konstruktivisme sosiologis”, yang akar-akar teoretik dan
                  filosofisnya dapat dilacak di antaranya dalam pemikiran Weber, Marx,
                  Mead, Mannheim, Mills, Kuhn, Luckman dan Berger, dan Habermas; serta
                  penggunaannya dalam pendidikan di antaranya oleh Herbarth, Dewey,
                  Parker, Popkewitz, dan Maurice (Farisi, 2005).

                  B.   KONSTRUKTIVISME INTEGRATIF: SEBUAH MODEL


                      Untuk kepentingan rekonstruksi dasar-dasar pemikiran PIPS,
                  ketiga aliran konstruktivisme di atas digunakan secara berbarengan
                  secara integratif. Penggunaan ketiga perspektif konstruktivisme secara
                  terintegrasi ini penulis sebut sebagai  “perspektif  konstruktivisme-
                  integratif”.
                      Pengertian “integratif” di dalam kerangka pemikiran ini merujuk
                  pada pemikiran Ritzer (1992), dan Capra (2000). Mereka menyebutnya
                  sebagai “pendekatan holistik” (holistic approach), “pendekatan terpadu”
                  (integrated  approach), “pendekatan sistemik’ (systemic  approach), atau
                  “pendekatan ekologis” (ecological approach).  Yakni suatu pendekatan
                  yang  melihat realitas  atau  persoalan  sebagai  suatu  sistem,  suatu
                  relasi-relasi simbiotik di antara berbagai unsur di dalam sistem secara
                  keseluruhan, dari berbagai perspektif secara terpadu.
                      Menurut Ritzer (1992), dan Capra (2000) di alam nyata segala
                  sesuatu saling berkaitan terus-menerus selama-lamanya, dan karena itu
                  tak ada garis pemisah yang tegas antara fenomena [fisikal, biologis, sosial,
                  dll]. Bahwa organisme hidup, masyarakat, dan ekosistem, semuanya
                  adalah sistem, dalam pengertian bahwa semua fenomena terjalin dalam
                  kesalinghubungan  dan kesalingtergantungan,  membangun  suatu
                  keseluruhan terpadu, yang sifat-sifatnya tidak dapat direduksi menjadi
                  sifat-sifat dari bagian-bagian yang lebih kecil.
                      Berpijak  pada  asumsi-asumsi  epistemologis  Ritzer  dan  Capra
                  tersebut, penggunaan kerangka berpikir konstruktivisme secara
                  integratif, holistik, terpadu, sistemik, atau ekologis di dalam penelitian
                  PIPS, juga didasarkan pada argumentasi filosofis (epistemologis) dan
                  teoretis sebagai berikut.
                      Pertama, secara filosofis  (epistemologis),  kajian-kajian ke-PIPS--
                  an harus dibangun secara sinergis, integratif dan sistemik, sehingga
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28