Page 46 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 46

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


               adalah suatu tindakan yang penuh risiko.  Banyak kalangan yang bersepakat bahwa
                                                    11
 28                                                                                           29
               Pidato 1 Juni 1945 yang disampaikan Soekarno merupakan pidato terbaik yang pernah
               disampaikannya. Bahkan merupakan pidato politik terbaik sepanjang sejarah perjuangan
               dan kemerdekaan Indonesia.
                     Pidato  Soekarno pada  2 Januari  1933 dalam  Kongres Indonesia Raya  juga
               menggelorakan pentingnya persatuan. Di akhir pidatonya ia menegaskan: ”Suatu bangsa
               yang tidak pernah besartu layaknya pasir yang mudah tersebar oleh hembusan angin.
               Tetapi kalau pasir itu bersatu, dipadatkan menjadi semen, semen rohani, ia bisa menjadi
               beton yang kuat, beton tekad nasional, yang melahirkan tindakan-tindakan nasional”.
                                                                                          12
                     Soekarno membangun  rasa kebangsaan  dengan  membangkitkan  sentimen
               nasionalisme yang menggerakkan “suatu iktikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat
               itu adalah satu golongan, satu bangsa”. Mengacu pada pendapat Ernest Renan, Soekarno
               mengatakan bahwa bangsa adalah satu jiwa (une nation est un ame). Satu bangsa adalah
               satu  solidaritas  yang  besar  (une  nation  est  un  grand solidarite).  Kebangsaan  tidak
               tergantung pada persamaan bahasa, meski dengan adanya bahasa persatuan, bisa lebih
               memperkuat  rasa kebangsaan. Lantas  apakah  yang mengikat  manusia  menjadi  satu
               jiwa? Dengan mengutip Renan, Soekarno mengatakan bahwa yang menjadi pengikat
               itu adalah kehendak untuk hidup bersama (je desir d etre ensemble).
                                                                           13
                     Tanggal 1 Juni 1945 kemudian ditetapkan pemerintah sebagai hari lahir Pancasila
               berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
               Menurut Yudi Latif, 1 Juni 1945 merupakan hari kelahiran Pancasila karena pada hari
               itulah  lima  prinsip dasar negara  dikemukakan  dengan  diberi  nama  Panca  Sila,  dan
               sejak  itu jumlahnya  tidak  pernah  berubah.  Meski demikian  untuk  diterima  sebagai
               dasar negara, Pancasila perlu persetujuan kolektif melalui perumusan Piagam Jakarta
               (22 Juni 1945) dan akhirnya mengalami perumusan final melalui proses pengesahan
               konstitusional pada 18 Agustus 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar
               negara  yang  secara  konstitusional  mengikat  kehidupan  kebangsaan  dan  kenegaraan
               bukanlah rumusan Pancasila 1 Juni atau 22 Juni, melainkan versi 18 Agustus 1945.
                                                                                        14

               4.    Warisan Pemikiran Hatta tentang Nasionalisme

                     Hatta makin dikenal ketika pada 17 Januari 1926 ia diangkat menjadi ketua PI
               (Perhimpunan Indonesia), yakni perkumpulan para pelajar Indonesia di negeri Belanda.
               PI semula bernama Indische Vereeniging yang didirikan pada 1908. Kemudian pada
               1922, berubah menjadi Indonisische Vereeniging  dan pada Januari 1924 diubah lagi
               menjadi Perhimpunan Indonesia.  Perubahan nama organisasi ini merupakan bentuk
                                             15
               ekspresi semangat nasionalisme. Dengan itu, penemuan nama Indonesia sebagai kode

               11  Ibid., hal. 20.
               12  Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Bung Karno Vs Bung Hatta, Gramedia, Jakarta,
                  2003,  hal. 12-13.
               13  Yudi Latif, op. cit., hal. 370.
               14   Ibid., hal. 40.
               15  Wawan Tunggul Alam, op.cit., hal. 13.
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51