Page 176 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 176

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


               berkelas-kelas  dan  tidak  adil.  Karena  itulah,  dalam  perkembangan  pemikiran  Bung
 158                                                                                          159
               Karno kemudian, pendidikan dan politik tak bisa dipisahkan. Setiap pendidikan pada
               dasarnya adalah politis dan upaya politik untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia
               harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu strateginya.
                     Kepentingan  imperialisme  dikenal  dengan 3G yaitu gold (kekayaan),  glory
               (kejayaan), dan gospel (agama). Hubungan industrial antara imperialis dengan bangsa
               yang dijajahnya adalah bagian dari startegi imperalisme memperoleh kekayaan. Dalam
               relasi ini prinsip ekonomi “mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dengan biaya
               yang sesedikit-dikitnya” menjadi dasar relasi imperalis dengan bangsa yang dijajahnya.
               Penjajah  memandang  bangsa  yang  dijajah  sebagai  komoditas  dan  alat  yang  dapat
               mendatangkan keuntungan. Agar keuntungan tetap diperoleh, objektivikasi terhadapnya
               harus dijaga  dengan  mengembangkan  mentalitas  terjajah yang kerdil,  penakut,  dan
               nrima.
                     Persoalan  mentalitas  inilah  yang dalam  pandangan  Bung Karno sangat  dekat
               dengan  pendidikan.  Sukarno  menyinggung  sejumlah  cara  yang  digunakan  penjajah
               untuk  membentuk  mentalitas  terjajah  tersebut.  Salah  satu  cara  paling  umum  adalah
               bahwa pendidikan imperial berupaya mengalienasi manusia Indonesia dari kesadaran
               kelas dan kesadaran kebangsaan. Itulah alasan yang membuat bahasa Indonesia tidak
               diajarkan pada sekolah-sekolah Belanda karena dikhawatirkan membangkitkan semangat
               nasionalisme. Kesadaran kebangsaan dianggap sebagai ancaman atas eksistensi penjajah
               sehingga harus sedini mungki dicegah melalui sistem pendidikan kolonial yang bias.
               Melalui pendidikan kolonialnya, penjajah menjaga agar bangsa terjajah tetap merasa
               kerdil, bahkan takut untuk memiliki cita-cita menjadi bangsa merdeka.
                     Karena  pendidikan  telah  menjadi  alat  penindasan,  maka perlawanan  terhadap
               penindasan tersebut juga harus dilakukan melalui pendidikan. Karena itulah pendidikan
               menjadi strategi pergerakan yang sama pentingnya dengan diplomasi politik. Hanya
               melalui  pendidikan bangsa Indonesia yang bersikap nrima itu dapat dibangkitkan
               kesadarannya.  Hanya  melalui  pendidikan  bangsa  Indonesia  bukan  saja  berani
               memimpikan  kemerdekaan  melainkan  memandang  kemerdekaan  sebagai  hak  yang
               ketika dirampas oleh bangsa lain wajib hukumnya untuk direbut kembali.
                     Bung Karno cenderung memandang kemerdekaan dalam arti luas, bukan semata
               politik  dan apalagi  administrasi.  Kemerdekaan  juga  berkait  erat  dengan  batin  dan
               mental yakni sebagai suatu keadaan jiwa yang hidup, bersifat dinamis, mampu berdiri
               di atas kaki sendiri. Gagasan Trisakti lahir dari kesadaran masa lalu Soekarno terhadap
               penolakan paham-paham kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme (Irmansyah dan
               Mintaredja, 2015). Jika kemerdekaan politik diraih melalui jalan diplomasi dan perang
               fisik, kemerdekaan jiwa hanya mungkin diwujudkan melalui pendidikan.
                     Keyakinan bahwa pendidikan adalah bagian vital dalam perjuangan kemerdekaan
               mendorong Bung Karno menjadikan pendidikan sebagai strategi perjuangan. Sebagai
               tokoh  politik  ia  mendirikan  Partai  Nasional  Indonesia  (PNI) yang  menjadikan
               pengajaran sebagai bagian dari kera politiknya. Ketika membacakan pledoi berjudul
               Indonesia Menggugat, kepada hakim yang mengadilinya dengan lantang Bung Karno
   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180   181