Page 173 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 173
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
Sukemi Sosrodiharjo, adalah seorang mantri guru atau kepala sekolah. Sebagai guru,
156 157
ayahnya memandang pendidikan adalah kewajiban moral yang harus ditempuh untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Keputusan Raden Sukemi menyekolahkan
Sukarno muda ke sekolah tinggi Belanda adalah bukti tekad kuat yang menunjukkan
perhatiannya terhadap pendidikan. Sebab, bagi keluarga mantri guru sepertinya,
ada begitu banyak kendala yang harus dihadapi untuk menyekolahkan anak hingga
perguruan tinggi.
“Cita-citaku adalah mengirimkanmu ke sekolah tinggi Belanda. Karena itu,
usaha kita yang pertama adalah memasukanmu ke sekolah rendah Belanda,” demikian
kata Raden Sukemi kepada Sukarno muda sebagaimana dikutip Cindy Adams dalam
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. “Pendidikan untuk pribumi hanya sampai
kelas lima. Tidak ada lanjutannya,” lanjut Radem Sukemi ketika Sukarno mengutarakan
keinginannya untuk melanjutkan sekolah di sekolah pribumi.
Keputusan Raden Sukemi untuk menyekolahkan Sukarno di Surabaya dan
menitipkannya kepada HOS Tjokroaminoto menunjukkan betapa pentingnya pendidikan
bagi keluarga ini. “Menitipkan” Sukarno kepada Pak Cokro adalah salah satu keputusan
paling strategis yang mempengaruhi pemikiran dan hidup Sukarno kelak. Rumah Pak
Cokro di Paneleh Gang 7 Surabaya laksana pesantren yang membentuk bukan saja
intelektualitas tetapi juga kematangan Sukarno sebagai manusia. Pergaulan Sukarno
dengan Pak Cokro inilah yang secara genealogis membuat Sukarno mewarisi jati diri
sebagai pendidik.
Kondisi demikian tentu tidak terlepas dari peran besar guru dan mentor
ideologisnya itu, pria yang karena pengaruhnya demikian luas dijuluki Belanda sebagai
Raja Jawa Tanpa Mahkota. Pak Cokro, demikian nama yang kerap digunakan Raden
Sukemi untuk menyebutnya, adalah seorang pendidik dalam pengertian luas. Ia bukan
saja mendidik secara praktis anak-anak muda yang hidup di rumahnya tetapi juga
secara rutin memberikan pidato kepada masyarakat di berbagai daerah di Jawa. Dalam
terminologi kekinian, Pak Cokro adalah “guru penggerak” yang bukan saja mendidik
anak-anak muda melainkan juga mengorganisasi dan mendidik massa melalui organisasi
yang dipimpinnya, Sarekat Islam.
Diakui Sukarno bahwa HOS Tjokroaminoto adalah guru sekaligus idolanya.
“Pak Cokro mengajariku tentang apa dan siapa dua, bukan tentang apa yang dia
ketahui… Secara sadar atau tidak, dia menggemblengku… dia memberikan buku-
bukunya kepadaku, dia memberikan miliknya yang berharga kepadaku.” Dengan cara
itulah Sukarno memasuki dunia pemikiran yang terang-benderang dengan mengenal
pemikiran intelektual dunia. Ketika Pak Cokro memberi ceramah di rumahnya, Sukarno
menjadi pendengar yang tekun. Juga ketika Pak Cokro memberi pidato-pidato, Sukarno
yang menemaninya.
Perkenalan Sukarno dengan Pak Cokro ibarat “tumbu ketemu tutup” karena
demikian cocok. Seorang anak muda yang dahaga pengetahuan dipertemukan dengan
intelektual dan tokoh pergerakan yang penuh semangat. Perkenalan ini membuat
Sukarno, bahkan ketika masih berusia belasan tahun sudah berkenalan dengan pemikiran