Page 174 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 174
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
intelektual dan negarawan dunia seperti Thomas Jefferson, George Washington,
156 157
Abraham Lincoln, William Gladstone, juga Mazzini Cavour, Giribaldi, Otto Bauer, Karl
Marx, Friederich Engels, JJ Rousseou, Aristide Briand, dan pemikiran lainnya. Dalam
kehidupan intelektual Sukarno, Pak Cokro laksana gerbang yang mengantarkannya pada
keindahan dunia pemikiran. Gerbang itulah yang kelah mengantarkan Sukarni menjadi
tokoh pergerakan sekaligus pemikir yang andal bukan saja dalam bidang politik tetapi
juga sosial.
Sukarno sebagai pendidik dapat ditafsir dalam pengertian sempit dan luas
sekaligus. Dalam pengertian sempit, Sukarno memiliki panggilan sebagai pendidik
karena ia suka anak-anak dan suka mengajar. Ketika HOS Tjokroaminoto dipenjara
karena masalah politik, Belanda melarang anak-anaknya sekolah. Dalam situasi itu
Sukarno mengambil peran sebagai kakak dan ayah untuk mengajari putra-putri gurunya
itu. Ia bukan saja mengajar baca tulis tetapi juga menggambar. Dalam pengertian luas,
Sukarno adalah pribadi yang selalu ingin berbagi, memberdayakan orang lain, dan
menggerakkan orang lain.
Lulus dari kuliahnya di Technische Hoogeschool te Bandoeng, Sukarno pernah
bekerja menjadi guru. Namun profesi itu tidak lama digeluti karena ia tidak cocok
dengan model pembelajaran yang ditetapkan di sekolah. Saat itu, alih-alih mengajarkan
sejarah sesuai teks dan kurikulum “resmi” ia mengajar sejarah dengan pendekatan kritis
untuk membuka kesadaran siswa tentang makna kemerdekaan. Tentu saja ia harus
bersiap dipecat ketika “kenakalannya” dipergoki oleh kepala sekolah yang orientasi
politisnya masih berkiblat kepada Belanda.
Jejaknya sebagau guru juga dapat ditelusuri ketika ia menjalani pembuangan
politik di Ende dan Bengkulu. Ketika di Ende ia menjadi guru dengan menulis dan
mementaskan naskah drama. Mementaskan drama bukan sekadar cara Bung Karno
membuang bosan dan kesepian, tapi strategi mendidik warga sekitar yang saat itu banyak
yang buta huruf. Grup sandiwara yang didirikannya, Kelimutu, menjadikan warga
sekitar sebagai pemeran. Drama jadi strategi pendidikan yang berdimensi praktis dan
ideologis. Secara praktis, drama jadi alat bagi Bung Karno mengajari warga baca tulis,
misalnya mengajari Ali Pambe berbahasa Indonesia. Adapun secara ideologis, drama
jadi sarana mengirim pesan kemerdekaan. Misalnya ketika ia menulis dan mementaskan
naskah berjudul Dr. Setan yang diinspirasi dari Frankenstein, Bung Karno berusaha
menyampaikan pesan moral bahwa tubuh bangsa Indonesia yang sudah tidak bernyawa
bisa bangkit dan hidup lagi.
Ketika di Bengkulu, panggilan hati Bung Karno sebagai pendidik mendapat
sambutan hangat ketika Ketua Muhammadiyah setempat, Pak Hassan Din, meminta
bantuannya agar menjadi guru agama. Bung Karno menyanggupi dengan senang hati,
menganggapnya sebagai sebuah kehormatan. Dengan penuh semangat Bung Karno
menjalani peran baru tersebut, sekalipun ia diingatkan agar tak bicara politik.
Pengalaman Bung Karno yang lahir dari keluarga pendidik, bergaul dengan tokoh
bangsa yang amat peduli pendidikan pada akhirnya membentuk sebuah struktur mental
yang membuatnya selalu memperhatikan pendidikan. Struktur mental demikian, dalam