Page 104 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 104
88
Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital
visi‐misi Bupati, selanjutnya manfaat pembangunan tidak dapat dirasakan
masyarakat.
Birokrasi paternalistik yang dibangun atas dasar ikatan primordial seperti
loyalitas dan sukuisme (Timor) dalam penyelenggaraan pemerintahan Kab.
Kupang belum tentu membangun kekuatan birokrasi untuk menghadapi
DPRD. Faktor loyalitas birokrasi sebagai individu ketika mendukung Bupati
dalam Pilkada belum tentu berlangsung kekal manakala menghadapi
tekanan DPRD. Ketika birokrasi tidak ditunjang kompetensi dan kinerja yang
mendukung, maka yang terjadi adalah kompromi politik. Kompromi politik
antara birokrasi dengan DPRD untuk mengamankan kepentingan birokrasi
serta menjaga hubungan harmonis antara Bupati dan DPRD. Akibatnya
terjadi pembelokan administrasi sebagai bentuk penyimpangan perilaku
birokrasi, yang selanjutnya berdampak tidak tercapainya visi‐misi Bupati.
Lebih lanjut berdampak pada tidak tercapai program atau target
pembangunan. Dengan demikian meskipun Bupati berperan sebagai
pelindung birokrat dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana
hubungan patron‐klien, namun ketika klien (birokrat) tidak mempunyai
kompetensi dan kinerja yang memadai sebagaimana tuntutan birokrasi
modern dan harus menghadapi DPRD; maka terjadilah penyimpangan
perilaku birokrasi melalui pembelokan administrasi atau pelemahan sistem.
Secara teoritis, pola kemungkinan eksekutif yang terjadi sebagai
dampak adanya Pilkada jalur perseorangan di Kab. Kupang melahirkan Pola
B. Pola B ini berciri: Mono – Politis – Lemah. Berada pada posisi lemah,
sebab tidak didukung oleh faktor kepemimpinan Bupati yang kuat dan
birokrasi yang tidak profesional. Implikasinya, pola eksekutif yang
mengungkapkan bahwa Pilkada menghasilkan pemerintahan yang Mono –
Politis – Kuat belum tentu tepat. Kuat atau lemahnya pola eksekutif
tergantung pada kepemimpinan Bupati dan birokrasi sebagai penggerak
penyelenggara pemerintahan di Daerah (Muttalib&Khan, 1982). Kuat ketika
kepemimpinan Bupati dapat memberdayakan profesionalitas birokrasi, dan
lemah ketika kepemimpinan Bupati tidak dapat menggerakkan dan
mengontrol kinerja birokrasi sesuai target yang direncanakan sesuai visi‐
misi.
Pola kemungkinan eksekutif ini akan melahirkan pola hubungan Kepala
Daerah – DPRD. Adanya kolusi program antara Birokrasi dengan DPRD,
pembelokan administrasi, dan pelemahan sistem menunjukkan bahwa
keduanya berada pada posisi lemah. Apalagi hal tersebut dilakukan tanpa