Page 98 - Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi Untuk Mewujudkan Smart City
P. 98
Demi pengamanan kawasan preservasi ditetapkan antara dua sungai
dengan batas-batas alami yang jelas, walau di dalamnya terdapat juga
lahan nongambut dan ketebalan gambut kurang dari 3m. Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1991 bertujuan mengatur ekosistem lahan
rawa gambut sebagai kawasan tampung hujan dan sumber air.
Sebagai sumber air, gambut pedalaman sangat menentukan keadaan
air daerah pinggiran atau hilirnya. Oleh karena itu, rawa di hulu sungai
atau rawa pedalaman perlu dipertahankan sebagai kawasan non
budidaya, yang berfungsi sebagai kawasan penampung hujan dan
merupakan “danau” sumber air bagi daerah pertanian di sekitarnya.
Kawasan penampung hujan sebaiknya berada pada lahan gambut.
Gambut memiliki daya menahan air yang tinggi, 300-800%
bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar. Gambut dalam (lebih
dari 3 m), telah dinyatakan sebagai kawasan non budidaya dengan
luas minimal 1/3 dari luas total lahan gambut di wilayah daerah aliran
sungai tersebut. Banjir merupakan kendala yang perlu diatasi,
terutama dalam pengelolaan rawa lebak. Rawa lebak dalam dapat
dimanfaatkan sebagai penampung luapan banjir.
GAMBUT YANG SMART ECOSYSTEM
Pada lahan gambut, tanaman hutan yang bernilai ekonomis
seperti meranti dan gelam dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik, oleh karenanya “Wise Use of Tropical Peatland” hendaknya tidak
lagi harus dipaksa untuk melakukan ‘perubahan besar’, yang justru
mengakibatkan munculnya permasalahan baru yang berdampak
negatif bagi manusia dan lingkungan. Aturan pemanfaatan lahan
gambut pada KEPPRES No. 32 Tahun 1990, yang antara lain
menyatakan gambut dengan ketebalan kurang dari tiga (3) meter
dapat dijadikan kawasan produksi, tidak layak dipertahankan dan
harus diganti. Peraturan Pemerintah No. 71/2014, yang mengatur
pengelolaan gambut berbasis pada ‘Kesatuan Hidrologis Gambut’
(KHG), dapat digunakan sebagai acuan.
Konservasi lahan dalam usahatani selain berhubungan dengan
persepsi petani juga memiliki kaitan dengan kondisi dan situasi
usahatani. Perilaku petani pada dasarnya sebagai produk dari konteks
82 Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City