Page 190 - Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
P. 190

2006), tutorial tertulis (Warsito, 2006),  maupun tutorial elektronik
        (Zaidin, Firman & Sigit, 2003; Afriani, Susanti, 2006).
              Temuan yang samajuga terjadi pada mahasiswa S2.
        Berhubung materi pada program S2 memerlukan interaksi yang
         lebih intensif antara mahasiswa dengan sumber belajar, mahasiswa
         S2 disyaratkan untuk mcmiliki akses ke Internet untuk mcmudahkan
         interaksi.  Mengingat hal tersebut, tutorial elektronik dan tutorial
        tatap muka pada program S2 diwajibkan (www.ut.ac.id).  Dengan
        i}ondisi dimana UT menycdiakan fasilitas layanan belajar dalarn
        bentuk tutorial tatap muka, mahasiswa menyatakan masih
         memerlukan tambahan frckuensi pcrtemuan tatap muka meskipun
        mereka menyatakan puas terhadap kualitas tutorial tatap muka dan
         tutorial elektronik yang dilaksanakan di UPBJJ Jakarta (Andriani,
         2005).  Temuan ini konsisten dengan temuan dcngan sampel
        mahasiswa S2 yang  yang lcbih luas (Andriani & Supa1iomo, 2006).
         Kondisi yang sedikit berbeda untuk tutorial elcktronik, dari temuan
         (Susanti, 2006) dcngan sampelmahasiswa S2 Magister Administrasi
         Publik, frekuensi akses tuton sangat rendah ( <40 hari/semester), hal
         ini disebabkan kemampuan penggunaan internet yang masih rendah
         (14%) dan tingkat kesibukan mahasiswa yang cukup tinggi (semua
         mahasiswa bekerja).  Untuk membantu pcningkatan kemampuan
         mahasiswa dalam meng akses tuton, maka harus dilakukan
         sosialisasi pentingnya teknologi pembelajaran dalam sistem
         pembelajaran PTJJ.
              Secara relatif, mahasiswa UT memiliki cukup akses ke sumber
         belajar.  Padmo & Anggoro (2002) menemukan bahwa 59,4% dari
         rcsponden mereka memiliki akses ke perpustakaan (perpustakaan
         perguruan tinggi, perpustakaan kantor/tempat kerja, maupun
         pcrpustakaan pribadi).  Sementara itu, 39% responden memiliki
         akses ke laboratorium dan 39% memiliki akses ke narasumber.
         Meskipun mahasiswa memiliki akses ke sumber belajar, mereka
         mcnyadari bahwa mereka belum memanfaatkan sumber belajar
         tersebut dengan optimal.  Hal  ini disebabkan karena mahasiswa tidak
         tahu bagaimana mcmanfaatkan sumber belajar secara optimal.
         Surtini & Murdjiyo (2004) juga menemukan situasi yang sama pada




         176
   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195