Page 106 - Pendidikan IPS : Konstruktivistik da Transformatif
P. 106

PENDIDIKAN IPS KONSTRUKTIVISTIK DAN TRANSFORMATIF

          5.   mengikuti  pola “sirkular”, “spiral”,  atau “siklus-berjenjang” dengan   97
              cakupan materi yang semakin luas, kaya, variatif, dan berlapis.
          6.   memungkinkan siswa mampu melakukan rekonstruksi-rekonstruksi
              terhadap konstruksi pengetahuan, domain pengalaman, dan
              jaringan struktur pengetahuan (faktual, deklaratif/konseptual,
              prosedural, metakognitif, dan normatif/afektif) yang ada, menjadi
              sesuatu yang baru, dan lebih baik. Agar rekonstruksi terjadi,
              isi kurikulum harus menantang dan sarat masalah yang dapat
              menstimulasi dan menuntut siswa terlibat secara aktif, kritis, dan
              reflektif untuk menemukan pemecahannya.
          7.   berpijak pada dan bertujuan mengembangkan kompetensi-
              kompetensi personal, sosial, dan intelektual, sebagai dasar bagi
              siswa untuk melakukan rekonstruksi-rekonstruksi pengetahuan,
              nilai, sikap, dan tindakan secara mandiri di dalam konteks
              kehidupan personal dan sosial.
          8.   mampu menyinambungkan, memperkuat, dan memperluas
              struktur alamiah dan sosiokultural siswa dan masyarakat yang
              menjadi konteks kehidupan siswa sebagai makhluk sosio-kultural,
              kultural, dan historikal.

          C.   TEMATIK: MODEL PENGORGANISASI KONTEN PENDIDIKAN
              IPS

              Untuk mewadahi kedelapan prinsip yang didasarkan pada konteks
          dan prinsip pengorganisasian struktur internal siswa di atas, maka
          materi PIPS perlu direkonstruksi secara terintegrasi dalam suatu “jalinan
          tematikal” (thematic approach) dalam bentuk topik-topik, gagasan-
          gagasan, kejadian-kejadian, praktik-praktik, proses-proses, kasus-kasus,
          dan/atau masalah-masalah yang saling terkait antara yang satu dengan
          yang lain, baik pada tataran individual maupun dalam tataran kehidupan
          masyarakat (keluarga hingga global).
              Tema-tema dikembangkan dari hal-hal yang “berkaitan langsung”
          atau “dekat” dengan  pengalaman  dunia kehidupan  personal dan
          sosiokultural nyata di mana siswa terlibat langsung atau berdekatan
          dengannya.
              Dengan kata lain, tema-tema harus dapat dimengerti, dijelaskan,
          dan dimaknai secara personal (individually defined); menjadi alat-alat
          psikologis (psychological  tools) sosiokultural yang dapat memediasi
          belajar siswa (a sociocultural learning mediated); serta memiliki relevansi
          dan singnifikansi tinggi secara sosial, kultural, dan historikal (a socially,
          culturally, and historically relevant excellence) (Bruner, 1969).
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111