Page 71 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 71
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
berjuang, menuntun bangsa saat bergerak, memusatkan energi bangsa mewujudkan
54 55
tujuan berbangsa. Apabila nasionalisme Pancasila jadi panduan hidup bernegara dan
berbangsa, niscaya itu menjadi magnet bagi partisipasi seluruh warga untuk berbuat
yang terbaik bagi bangsa.
2. Menggali Pemikiran Bung Karno tentang Nasionalisme Indonesia
Nilai-nilai Pancasila sudah disepakati menjadi prinsip pemersatu bangsa, meskipun
dalam perjalanan sejarahnya terdapat dinamisasi dalam penafsirannya. Pancasila pada
era Soeharto dijadikan sebagai alat politik, untuk melegitimasi kekuasaan, doktrin
tunggal dan juga sebagai alat memberangus kelompok yang berseberangan paham.
Kondisi tersebut tentu tidak ideal lagi dijadikan parameter pemersatu bangsa, dimana
Indonesia dikonstruksi atas dasar heterogenitas dan pluralitas. Nasionalisme Indonesia
bukan dibentuk atas dasar nasionalisme politik, tetapi atas dasar common ground yang
bisa menjadi landasan untuk membangun harmoni dalam masyarakat. Dalam konteks
mencari common ground itu, keragaman bisa menjadi pilihannya. Sebab, selain bisa
menjadi pemicu timbulnya konflik antar golongan, keragaman juga bisa menjadi potensi
terciptanya harmoni. Keragaman menawarkan suatu potensi untuk terciptanya harmoni,
menjadi dasar bagi identitas kolektif yang melahirkan nasionalisme kultural, dan bukan
sekadar nasionalisme politis.
Pandangan Soekarno tentang nasionalisme tentunya tidak lepas dari pemikiran
sejarawan Perancis Ernest Renan. Konsep nasionalisme dalam pandangan Soekarno
didasarkan pada keinginannya untuk menciptakan persatuan pada seluruh rakyat
Indonesia. Rakyat yang bersatu padu itulah suatu bangsa. Bangsa, dalam pandangan
Soekarno sebagaimana dikutip dari Ernest Renan, adalah suatu nyawa, suatu azas akal
yang terjadi dari dua hal: rakyat dulunya harus bersama- sama dalam satu riwayat dan
rakyat harus mempunyai kemauan dan keinginan hidup menjadi satu. Persatuan ini
tidak berlandaskan atas jenis (ras), bahasa, agama, kebutuhan, atau pun lokalitas karena
persatuan yang berlandaskan hal tersebut tidak akan hidup berdampingan dengan
baik. Bangsa yang berlatar belakang heterogenitas ini disatukan dalam satu wilayah
yang mereka tinggal bersama-sama. Wilayah itulah tanah airnya. Salah satu wujud
cinta tanah air adalah mencintai warganya dan bersatu padu, saling menghargai, dan
gotong royong untuk memakmurkan wilayah atau negaranya. Soekarno memandang
kecintaannya terhadap negara sebagaimana dulu telah melahirkan sosok seperti Gadjah
Mada yang ingin mempersatukan nusantara. Soekarno berpendapat untuk menciptakan
dan mempertahankan persatuan, harus memupuk rasa kecintaan terhadap tanah air,
kesediaan yang tulus dalam membaktikan diri kepada tanah air, dan rasa kesediaan diri
untuk mengesampingkan kepentingan partai demi kecintaan terhadap tanah air.
Demikian juga pandangan Bung Karno mengenai islam seperti yang ditulis
dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi yang mengatakan bahwa “Dimana-mana
orang Islam bertempat, bagaimana pun juga jauhnya dari tempat kelahirannya, di
dalam negeri yang baru itu ia masih menjadi satu bagian dari rakyat Islam daripada