Page 202 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 202
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
b. Internasionalisme
184 185
Istilah Internasionalisme dalam pandangan Ir.Soekarno berbeda dengan konsep
‘kosmopolitanisme’ atau ‘Globalisme’ yang keduanya cenderung menabrak otoritas
geografi, pemerintahan, maupun budaya dari suatu bangsa tertentu. Internasionalisme
akan menjadi kuat apabila berangkat pada konsep nasionalisme. Keduanya memiliki
ikatan yang sangat erat dalam kerangka pola hidup yang berazaskan pada kehidupan
sosial yang berkeadilan. Memahami ‘internasionalisme’ dalam gagasan Soekarno harus
dilihat sebagai sebuah sosio-nasionalisme yang menempatkan keduanya dalam suatu
tautan yang saling menguatkan.
Socio-nationalism adalah gabungan dari sosialisme dan nasionalisme. Menurut
Gellner (1983), nasionalisme adalah sentimen politik yang berpendapat bahwa politik
dan nasional harus kongruen. Dalam hal ini, nasional mirip dengan negara. Makna
nasionalisme terus berkembang. Pada tahun 1990-an pengertian negara mengacu
pada orang-orang yang tinggal di suatu wilayah tertentu. Mengikuti ide ini, sosio-
nasionalisme dapat berarti bahwa negara memiliki tugas untuk mengamankan
kesejahteraan rakyatnya. 10
Makna sosio-nasionalisme sejalan dengan makna internasionalisme yang
dikemukakan oleh Unger (2012). Dia menegaskan bahwa internasionalisme adalah
kebijakan yang intinya adalah kewarganegaraan global yang konstruktif. Menurut
Unger, Internasionalisme konstruktif melihat semua orang hidup di satu planet, dengan
kepentingan internasional utama untuk membuat planet itu lebih aman. Internasionalisme
yang konstruktif akan memberikan penekanan yang jauh lebih besar pada kerja sama
internasional yang damai, pembangunan yang berkelanjutan dan adil, dan kontrol
senjata konvensional serta senjata nuklir. 11
c. Demokrasi
Pada tanggal 6 Maret 1960, Soekarno membubarkan parlemen Indonesia dan
mengumumkan hipotesis ‘Demokrasi Terpimpin’. Soekarno sempat menyatakan tidak
percaya dengan suara setengah tambah satu karena nilai tiap delegasi berbeda. Mereka
adalah kepribadian yang berbeda dan memiliki pendidikan dan pengalaman yang
berbeda, juga tingkat patriotisme dan populisme yang beda. Mereka tidak sama.
Kritik Soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer sudah lama disuarakan
sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1930-an Soekarno pernah menyatakan bahwa
sistem demokrasi parlementer tidak cocok untuk masa depan. Indonesia. Hak politik
yang dijamin oleh demokrasi parlementer belum cukup menjamin kebahagiaan rakyat
selama keamanan ekonomi belum ada. Soekarno juga meragukan hak-hak politik
sistem demokrasi parlementer, karena borjuasi dengan sendirinya mampu merebut
kursi-kursi di parlemen dengan kemampuan modal yang dimilikinya. Dengan modal
yang begitu melimpah, seorang borjuis dapat memobilisasi sumber-sumber material
10 Dinghey, J. 2008. Nationalism, social theory and durkheim. New York: Palgrave, Mac Milan. p.49
11 Unger, C. D. (2012). A better internationalis. World Policy Journal. Retrieved from http://www.
worldpolicy.org/journal/spring2012/betterinternationalism