Page 186 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 186
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
e. Nilai Religiusitas
168 169
Terkait dengan Pidato 1 Juni 1945, terdapat satu hal yang sering dipertanyakan
oleh berbagai pihak, yaitu tentang penempatan prinsip Ketuhanan pada urutan terakhir,
sementara itu, prinsip Kebangsaan pada urutan yang pertama. Maka beberapa kalangan
memberi penilaian bahwa Soekarno, merupakan seorang nasionalis sekularis, jika
menggunakan alur logika dan cara berpikir Barat. Tetapi, penilaian seperti itu sering
terbantahkan bila menelaah alur pemikiran Soekarno yang terdapat di berbagai tulisan
dan pidatonya, yang pada dasarnya sarat dengan nilai-nilai keimanan (tauhid). Pada
tulisannya berjudul: Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, dalam buku di Bawah
Bendera Revolusi Jilid I, terlihat dengan jelas upaya Sukarno mempertemukan
aliran pemikiran yang oleh banyak kalangan mustahil dapat dipertemukan seraya
menempatkannya dalam perspektif keimanan; yakni dengan melihat esensi dan makna
yang lebih tinggi atau hogere optrekking dari masing-masing paham itu. Dalam
tulisan yang diterbitkan oleh Suluh Indonesia Muda (1926) Sukarno mengatakan: “...
nasionalisme di dalam kelebaran dan keluasannya mengasih tempat cinta pada lain
bangsa, sebagai lebar dan luasnya udara, yang mengasih tempat pada segenap sesuatu
yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup … nasionalisme yang membuat kita
menjadi ‘perkakasnya Tuhan’ dan membuat kita menjadi ‘hidup dalam roh’ (Suyatno,
2021).
Di samping itu mengapa dalam Pidato 1 Juni 1945 Prinsip Ketuhanan diuraikan
paling terakhir ? Jawabannya pun dapat beragam. Akan tetapi jika dikaitkan dengan
kontekstual pidato tersebut, maka penempatan Prinsip Kebangsaan pada urutan
pertama, tidak semata-mata memberi pertimbangan teknis untuk memberikan jawaban
to the point dari pertanyaan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat, tentang prinsip
utama yang menjadi fondasi bagi negara yang sedang akan dibangun, tetapi sekaligus
menjelaskan kerangka berpikir Soekarno yang bertahap dari ranah fisik empiris ke ranah
metafisik. Kerangka berpikir tersebut dengan sendirinya menelaah pernyataan Soekarno
bahwa dirinya bukanlah pencipta Pancasila, akan tetapi hanya menggali nilai-nilai dasar
tersebut dari bumi kehidupan bangsa Indonesia. konten pidato itu mengalir spontan
dari lubuk hati serta pemikiran Soekarno. Lalu, apakah karena itu pulalah, Soekarno
mengabaikan dimensi keimanan dalam menyampaikan prinsip-prinsip yang selanjutnya
menjadi sila-sila pada Pancasila? Jika kita menyimak Pidato 1 Juni 1945, pada dasarnya
saat Soekarno menjelaskan prinsip kebangsaan, Soekarno telah meletakkan konsep
negara sebagai sesuatu yang berciri khas Indonesia yang didalamnya terkandung nilai-
nilai keimanan.
Dalam pidato itu Soekarno berkata: “.. Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan!
Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan
Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan gemeinschaftnya
dan perasaan orangnya, “I ame et le desir”. Mereka hanya mengingat karakter, tidak
mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang ditempatinya manusia. Apakah
tempat itu? tempat itu adalah tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT
membuat peta dunia, menyusun peta dunia... Maka manakah yang dinamakan tanah