Page 185 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 185
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
ialah Indonesia merdeka! Tapi kami tidak begitu tolol mengira atau mengatakan bahwa
168 169
kemerdekaan itu dalam satu helaan nafas saja akan datang!”. Selain itu, Bung Karno
juga mengatakan jika, Kemerdekaan, begitulah kami sering terangkan di dalam rapat-
rapat umum, kemerdekaan tidaklah bagi kami. Kemerdekaan adalah buat anak-anak
kami, buat cucu-cucu kami, buat (Suwidi, 2008).
Sampai akhir hayatnya Bung Karno meyakini bahwa pembangunan karakter
revolusioner harus dibangun supaya dapat menghancurkan para penjajah yang masih
bercokol. Maka, Bung Karno mengonseptualisasi karakter bangsa Indonesia dalam satu
konsep yang dinamakan “Kemandirian Nasional“. Pemikirannya yang terkenal dengan
istilah tersebut, yaitu “Tri Sakti” Bung Karno. Untuk menjadi suatu bangsa yang sakti
dan besar, kita mesti mengikuti tiga prinsip: “Mandiri di bidang Ekonomi”, “Berdaulat
di bidang Politik!” dan “Berkepribadian dalam bidang kebudayaan!”.
Kemandirian dalam konteks nasional adalah menerapkan suatu tatanan ekonomi
yang membuat rakyat produktif. Pada tahap awal, mereka harus diberikan suatu
program negara yang dapat membuat mereka memiliki kemampuan produktif. Rakyat
akan berproduksi kalau memiliki alat-alat produksi. Untuk memperoleh hal itu, harus
dilampirkan kekuatan hukum untuk mendukungnya, supaya bisa diterapkan dalam
masyarakat (Mu’in, 2011).
d. Nilai Demokrasi
Epistemologi demokrasi Presiden Soekarno dengan mengadopsi beberapa
pemikiran di antaranya Kautky dan Bakoenim, serta demokrasi Barat terkait kebebasan
sebagai perjuangan atau berjuang dalam kerangka kebebasan dan kekuasaan agar
demokrasi dapat diperjuangkan. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan
asas. Menurutnya, kedua asas ini tidak boleh berubah sampai dunia ini hancur lebur,
sampai kiamat sekalipun. Soekarno dalam hal ini, membedakan antara asas dan asas
perjuangan. Jadi epistemologinya berjuang atau perjuangan. Kedua asas tersebut
lahir dari kritik Soekarno terhadap demokrasi Barat. Demokrasi Barat pertama kali
didengungkan setelah terjadi pemberontakan Perancis 1917 dengan semboyan: ”liberte,
egalite, fraternite” kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Soekarno berpendapat
asas adalah dasar atau ”pegangan” yang ”walau sampai lebur-kiamat, terus menentukan
”sikap”nya, terus menentukan ”duduknya nyawa”. Asas tidak boleh dilepaskan, tidak
boleh dibuang walaupun sudah mencapai Indonesia merdeka. Sesudah tercapainya
Indonesia merdeka bahkan harus menjadi dasar caranya untuk menyusun masyarakat
Indonesia. Bagaimana bisa melaksanakan asas tersebut, jawabannya adalah perjuangan
(Soekarno, 1963 dalam Wahyudin 2011).
Dalam rentang sejarah perjalanan proses demokrasi di Indonesia telah mengalami
dinamika atau perubahan. Pernah menerapkan demokrasi parlementer, terpimpin,
demokrasi Pancasila di masa berkuasanya pemerintahan orde baru, dan demokrasi
Pancasila masa berlangsungnya reformasi sampai saat ini, malah Indonesia dipandang
sebagai negara dengan pelaksanaan demokrasi terbesar di dunia, hal ini dibuktikan
dengan keberhasilan Indonesia dalam pesta demokrasi seperti Pemilihan Umum.