Page 246 - Cakrawala Pendidikan : Implikasi Standardisasi Pendidikan Nasional Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
P. 246

Nuzia,  Pembangunan Sarana dan  Prasarana  Pendidikan



        hangat-hangatnya  diberitakan  di  media  massa,  televisi  maupun
        media  lainnya,  yaitu  adanya  potret  fasilitas  pendidikan  di  daerah
        yang  berupa  gedung sekolah  yang  ambruk dan  banyaknya  siswa
        mengungsi  untuk  belajar.  Dapat  dibayangkan  secara  teknis  dan
        psikologis proses pembelajaran terganggu  dan  menurunkan  mutu
        proses  pembelajaran.  Ada  tiga  indikator  penyebab  bangunan
        sekolah  roboh  yaitu  adanya  bencana  alam,  faktor  usia  dan  mutu
        bangunan.  Dengan  adanya  bangunan  sekolah  yang  roboh
        penyebabnya  tetaplah  pada  faktor  mutu  yang  membuat  tragedi
        pada  kualitas  sarana  dan  prasarana  pendidikan.  Hal  ini
        membutuhkan  partisipasi  besar dari  masyarakat,  pemerintah  dan
        pendidik,  karena ini adalah refleksi dari anggaran rehabilitasi yang
        minim  dan  bukti  proses  pembangunan  yang  tidak  melibatkan
        quality control dan  cenderung  mengabaikan  tanggung jawab dan
        komitmen  pendidikan  nasional  dalam  hal  mendasar  penyiapan
        SDM masa depan.
               Kondisi  gedung  sekolah  yang  buruk  bukanlah  cerita  baru
        bagi  kita,  tetapi  merupakan  kisah  lama  yang  belum  terselesaikan
        hingga   sekarang.   Dimulai   dari   dekade   1970an  dimana
        meningkatnya  harga  minyak  bumi  membuat  pemerintah  memiliki
        uang  yang  banyak sehingga memunculkan ide untuk membangun
        gedung  SD  secara  massal.  Sekitar  tahun  1971  keluar  lnstruksi
        Presiden  Nomor  10  untuk  pembangunan  gedung-gedung  SD
        yang  dikenal  dengan  SD  lnpres  dengan  jumlah  puluhan  ribu
        (Ahmad,  2004).  Dari hasil survey Beeby (1981) seorang  konsultan
        dari  Selandia  Baru  dinyatakan  bahwa  gedung-gedung  sekolah
        bersifat  permanen  hanya  50%  saja,  sedangkan  10-15%
        memerlukan  perbaikan  dan  tidak  memenuhi  persyaratan.  Namun
        muncul  isu  bahwa  pembangunan  gedung  SO  dari  setengah
        permanen  menjadi  permanen  dengan  menggunakan  kerangka
        bangunan  dari  kayu-kayu  bekas  dan  perbandingan  campuran
        antara   semen,   pasir  dan   kapur  tidak   seimbang   yang
        menyebabkan  usia  gedung  itu  tidak  sampai  10  tahun  dan  harus
        direhabilitasi  kembali,  ternyata  kasus  ini  terjadi  di  banyak tempat.
        Tentunya  timbul  pertanyaan  mengapa  hanya  gedung  SD  saja
        yang  parah  tingkat  kerusakannya?,  Mengapa  gedung  SMP  dan
        SMA  tidak?  Hal  ini  karena  pembangunan  gedung  SD
        menggunakan  dana  pembangunan  yang  sudah  dipotong  untuk
        Pemerintah  Tingkat  I  dan  II,  Kecamatan  dan  Kelurahan.



        232
   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251