Page 62 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 62
46
Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital
memperlihatkan inisiatif pribadi, dapat beradaptasi, berusaha, dan
tekun terhadap tujuan organisasi. Engagement merupakan suatu
pengalaman enerjik dari keterlibatan dengan aktifitas pemenuhan secara
personal yang dikarakteristikkan melalui energy, involvement, dan
professional efficacy yang merupakan lawan dari tiga karaktersitik burnout
(Demerouti & Bakker, 2007).
Albrecht (2010) berpendapat bahwa engagement mencerminkan dua
kualitas: (1) suatu state motivasi positif dan berenergi yang berhubungan
dengan pekerjaan, dan (2) keinginan murni untuk mengkontribusikan peran
kerja dan kesuksesan organisasi. Definisi engagement membutuhkan
perbedaan yang jelas dari konstruk yang dikonseptualisasikan lebih baik
sebagai anteseden atau “driver”/pendorong engagement. Dari kesemua
definisi tersebut disepakati bahwa engagement adalah sesuatu yang
diinginkan, memiliki tujuan organisasi serta memiliki aspek psikologis dan
perilaku yang melibatkan energi, antusiasme, dan usaha yang terfokus
(Herbert, 2011). Berdasarkan definisi‐definisi tersebut maka dapat
disimpulkan jika engagement sebagai cara pandang seseorang untuk
termotivasi dan berhubungan dengan keadaan pemenuhan individu yang
ditandai dengan energi dan resiliensi mental yang tinggi selama bekerja,
rasa antusiasme, merasa penting serta bangga terhadap pekerjaan, dan
fokus menikmatipekerjaan.
Pada dimensi individu, bangunan model partisipasi berbasis perilaku
masyarakat terkait dengan konsepsi personal resources yang merupakan
prediktor work engagement. Personal resources merupakan evaluasi diri
positif yang berhubungan dengan resiliensi dan mengacu pada rasa
kemampuan individu untuk mengontrol serta berdampak sukses dalam
lingkungannya (Hobfoll, 2002; Herbert, 2011). Personal resources
menunjukkan bahwa beberapa evaluasi diri positif memprediksi goal‐
setting, motivasi, kinerja, kepuasan kerja, kepuasan hidup, dan hasil menarik
lainnya. Alasannya adalah bahwa semakin besar sumber daya pribadi
individu, semakin positif pula diri individu dan tujuan keharmonisan diri
diharapkan muncul (Judge, 2005; Herbert, 2011). Kata kunci dalam uraian
tersebut adalah perlunya penguatan self‐efficacy dalam desain program
partisipasi.
Self‐efficacy adalah keyakinan kemampuan seseorang untuk
mengorganisir dan mengeksekusi bagian‐bagian dari tindakan yang
diperlukan untuk menghasilkan pencapaian (Bandura, 1997). Selain itu,