Page 21 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 21

5
                                        Bagian I: Politik, Kebijakan Publik danKetimpangan Digital

                                      Teori Difusi. Berbeda dengan teori normalisasi, teori difusi meramalkan
                                   terhadap  meningkatnya  penyebaran  ketimpangan  digital  di  dunia.  Salah
                                   satu tokoh utama dalam  teori ini adalah  Everett  Rogers (1996).  Rogers
                                   (1996) mengemukakan bahwa teori difusi bersumber dari analisis terhadap
                                   beberapa studi kasus tentang pengenalan beberapa teknologi sebelumnya,
                                   misalnya  pengenalan  teknologi  televisi  sebagai  media  massa,  mesin  uap
                                   sebagai  teknologi  produktif,  dan  bubuk  mesiu  dalam  strategi  militer.
                                   Terhadap  semua  kasus  tersebut,  pengenalan  suatu  teknologi  baru
                                   memerlukan  jaminan  bahwa  adopsi  teknologi  akan  berhasil  dalam  suatu
                                   masyarakat. Oleh karena itu, pengenalan suatu teknologi baru memerlukan
                                   keterlibatan  sekelompok  sosial  kecil  yang  dianggap  mampu  mengadopsi
                                   teknologi  tersebut  karena  dianggap  memiliki  kesanggupan  finansial  dan
                                   intelektual (pengetahuan). Upaya untuk melibatkan kelompok sosial elit ini
                                   tentu  akan  menambah  ongkos  produksi  dan  ini  merupakan  suatu  resiko
                                   untuk  memunculkan  inovasi  teknologi.  Dengan  model  semacam  ini,
                                   penyebaran  teknologi  informasi  dan  komunikasi  akan  mengikuti  model
                                   kurva S di mana pada bagian bawah kiri dari kurva adalah kelompok sosial
                                   yang  selalu  tertinggal  dalam  mengadopsi  teknologi  baru  sehingga  tidak
                                   dapat  memaksimalkan  fungsi  teknologi  internet  untuk  kepentingan sosial
                                   dan  ekonomi  mereka.  Sementara  itu,  pada  bagian  atas  kanan  dari  kurva
                                   adalah  kelompok  sosial  elit  memiliki  tingkat  pendidikan  dan  status  sosial
                                   yang lebih tinggi. Dengan begitu, mereka dapat mengadopsi suatu teknologi
                                   baru  lebih  cepat  dan  mampu  memaksimalkan  manfaat  internet  bagi
                                   kepentingan  mereka.  Kondisi  ini  pada  akhirnya  terus  memunculkan gap
                                   antara  kelompok  sosial  bawah  dan  elit.  Gap  semacam  ini  berpotensi
                                   menciptakan stratifikasi dalam penggunaan internet (Chadwick, 2006).

                                   Ketimpangan Digital sebagai Masalah Sosial
                                      Pemanfaatan  internet  oleh  masyarakat  di  negara‐negara  Asia  terus
                                   berkembang  pesat.  Sebagai  contoh,  data  pengguna  internet  di  Indonesia
                                   terus  meningkat  pesat  per  tahun.  Pada  tahun  2014  jumlah  pengguna
                                   internet  di  Indonesia  mencapai  83,7  juta  dan  menempatkan  Indonesia
                                   sebagai pengguna internet ke‐6 terbesar di Dunia. Namun pada tahun 2017,
                                   jumlah  pengguna  internet  di  Indonesia  meningkat  drastis  menjadi 132,
                                   700,000  dan  menempatkan  posisi  Indonesia  naik  menjadi  peringkat ke‐5
                                   (tabel 1).
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26