Page 166 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 166
150
Bagian II: Media Sosial dan Multiliterasi di Era Digital
pengkaderan kerap terjadi dalam lingkungan akademisi. Tren ini menurut
peneliti bisa membahayakan akademisi muda. Mereka cenderung masih
awam, dan hanya bersifat menerima, karena adanya tindakan represif dari
seniornya. Tren yang terakhir adalah tren kewirausahaan, yang dapat
dikatakan tren yang negatif. Mahasiswa tidak dipungkiri membutuhkan uang
dalam kegiatan sehari‐hari, sehingga mereka menjadikan suatu gerakan
yang mendapatkan uang, sebagai suatu kebiasaan.
Budaya Indonesia yang cenderung cepat puas dengan keadaan dan
tidak peduli dengan perkembangan karena sibuk sendirian, tidaklah patut
menjadi paradigma gerakan mahasiswa. Mahasiswa harus berpikir kritis
dalam menyikapi suatu berita yang beredar di media sosial. Sebagai bentuk
berpikir kritis, mahasiswa harus bisa membedakan antara suatu berita fakta
dengan berita hoax. Peranan media massa dapat menjadi bahan
mengomparasikan suatu berita di media sosial agar dapat diteliti
kebenarannya.
Kehadiran media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Flickr, Path,
Instagram, Blog, Skype, Snapchat, dan Messaging Apps seperti: Whatsapp,
Line, Blackberry Messanger, Yahoo Messanger, Google Talk, dan lain
sebagainya) adalah torehan sejarah yang telah membawa perubahan dalam
proses komunikasi manusia (Elvi, 2016). Media sosial inilah yang sering
dimanfaatkan sebagai sarana informasi dalam era modern. Untuk
mahasiswa, media tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hal yang tidak
asing. Survei yang dilakukan peneliti, dalam kesehariannya mahasiswa
menggunakan beberapa aplikasi di atas, seperti Facebook, Twitter, Path,
Instagram, Whatsapp, Line, Snapchat, dan Line. Dalam disertasinya Elvi
(2015) mengatakan bahwamedia sosial yang paling umum digunakan adalah
blog, jejaring sosial, dan wiki. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa mengakses media sosial sebagai bahan bacaan sehari‐harinya.
Peranan media sosial dapat dikatakan bermanfaat atau sebaliknya.
Semua tergantung pada sikap mahasiswa dalam menyikapi suatu berita. Jika
mereka membaca suatu berita dan menganggapnya sebagai suatu
kebenaran, tanpa mencari data dari media lain, artinya mereka belum
masuk ke dalam pola berpikir kritis. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana
sikap mahasiswa dalam menyikapi suatu berita di media sosial. Selain itu,
dari berita yang sudah mereka baca, peneliti akan mengajukan beberapa
pertanyaan terkait berita tersebut. Peneliti akan menanyakan bagaimana
asumsi mahasiswa terhadap kelogisan isi beritanya. Melalui pertanyaan