Page 216 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 216

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta



 198            Diplomasi Soekarno:                                                           199

                Antara Kooperatif dan Koersif




                        Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.
                      Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta




               1.    Pengantar


                     Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17
               Agustus 1945 yang dianggap sebagai awal dari Revolusi Indonesia. Dunia internasional
               berada dalam konflik antara dua kekuatan besar, Barat dan Timur (Kasenda, 2014: 170).
               Perseteruan itu tidak terlepas dari perbedaan ideology, Uni Soviet dan Komunisme,
               serta Amerika  Serikat  dan kapitalisme liberal.  Pasca Perang Dunia II, Sekutu Barat
               menginginkan pemerintahan yang demokratis, tetapi Uni Soviet melakukan upaya untuk
               menciptakan keamanan serta mendominasi urusan dalam negeri negara-negara tersebut.
               Hal ini merupakan awal lahirnya Perang Dingin, dan mempengaruhi perkembangan
               politik Indonesia, khususnya diplomasi di era Soekarno (Gonggong, dkk, 1993: 100).
                     Hadirnya dua blok besar yang memiliki  ideologi yang berbeda yakni Blok
               Timur dengan Blok Barat, mendorong keinginan Hatta agar Negara Indonesia yang
               merupakan sebuah negara yang baru pada waktu itu mampu menjalankan sebuah politik
               luar negeri yang bebas dan aktif (Kasenda, 2014: 177). Untuk mendukung hal tersebut,
               Indonesia berupaya untuk sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang adil dan
               beradab dalam hubungan antar bangsa. Prinsip-prinsip yang mendukung kemerdekaan
               sebagai hak semua bangsa dan warganya, dan prinsip-prinsip yang menekankan hidup
               berdampingan  secara  damai yang “berpartisipasi  secara aktif  dalam  mewujudkan
               ketertiban dunia yang berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
               (Nugroho, 2016: 126).

               2.    Ideografis Soekarno


                     Para pemimpin dilihat secara ideografis mengarah pada asumsi bahwa pembuat
               keputusan dalam politik internasional terkadang secara sistematis berbeda dari warga
               negara yang mereka pimpin, hal ini berdasarkan pengalaman hidup, pendidikan serta
               nilai-nilai yang dianut oleh pemimpin tersebut (Kertzer, 2016: 60). Soekarno sejak muda
               hingga menjadi pemimpin sebuah Negara sangat konsisten menentang imperialisme
               dan  kapitalisme.  Indonesia  dan  Negara  kolonial  tidak  hanya  menghadapi  satu    atau
               lebih negara-negara imperialis dan kapitalis, tetapi sistem imperialisme dan kapitalisme
               internasional. Soekarno secara aktif membangun kesadaran dan solidaritas di negara-
               negara terjajah dan membangun kekuatan untuk menghadapi sistem (Roring, 2018: 45).
   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221