Page 218 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 218

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


               Salah satu isi KMB menyebutkan bahwa masalah Irian Barat akan diadakan perundingan
 200                                                                                          201
               tersendiri dalam waktu satu tahun setelah pengakuan kedaulatan atas RIS. Akan tetapi,
               pemerintah  Indonesia  saat  itu  belum  mendapatkan  kejelasan.  Bahkan  sampai  pada
               kembalinya bentuk negara Indonesia ke dalam bentuk negara kesatuan, masalah Irian
               Barat pun belum selesai (Dekker, 1989: 75)
                     Indonesia  kemudian  menjadi  Negara  Kesatuan  yang  didahului  pembubaran
               negara Republik Indonesia Serikat dengan menganut sistem pemerintahan Demokrasi
               Parlementer  yang  dimana  presiden  hanya  sebagai  pemimpin  negara  tapi  yang
               menjalankan  pemerintahan  adalah  seorang perdana  menteri  (Poesponegoro dan
               Notosusanto, 2010: 76). Era Demokrasi Parlementer (1950-1959), merupakan sebuah
               masa  dimana  kedudukan  partai  politik  sangatlah  kuat.  Kebijakan  yang diambil
               tidak  perlu  melibatkan  pemimpin  negara  atau  presiden,  kedudukannya  hanyalah
               mengesahkan  keputusan  parlemen.  Berbeda  dengan  perdana  menteri  sebagai  kepala
               pemerintahan yang memiliki hak prerogatif dalam parlemen. Hubungan luar negeri pun
               menjadi sebuah agenda yang penting, tanggal 28 September 1950, Indonesia secara
               resmi bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hubungan Indonesia
               dengan Belanda tetap menjadi perioritas, khususnya penyelesaian sengketa Irian Barat
               antara pemerintah Belanda dengan pemerintah RI  yang belum mencapai titik terang.
               Pemerintah RI menghendaki agar Irian Barat menjadi bagian NKRI. Indonesia perlu
               untuk tetap menjalin hubungan luar negeri dengan Belanda agar masalah Irian Barat
               bisa tetap dibahas dan mendapatkan penyelesaian (Sudirman, 2014: 370-371).
                     Indonesia memulai  kembali  perundingan dengan pemerintah  Belanda  terkait
               Irian Barat. Perundingan menemui  jalan buntu, pemerintah  Belanda masih enggan
               menyerahkan Irian Barat ke Indonesia (Poesponegoro dan Notosusanto, 2010: 308).
               Diplomasi juga dilakukan untuk memperbaiki kehidupan perokonomian Indonesia pada
               waktu itu,  Indonesia  melakukan  penandatangan  perjanjian dengan Amerika  Serikat
               terkait bantuan ekonomi dan persenjataan untuk Indonesia, yang kemudian perjanjian
               itu dikenal dengan nama perjanjian Mutual Security Act (Sudirman, 2014: 370-373).


               4.    Diplomasi Persuasif

                     Diplomasi  persuasif bertujuan menguatkan  pengakuan  pihak lain  terhadap
               prestige suatu negara  yang antara  lain  dengan menunjukkan  utamanya  soft power
               serta  hard power  (Christian Le Mière, 2014). Era demokrasi parlementer juga
               ditandai perkembangan yang dianggap penting dalam bidang diplomatick yaitu upaya
               pembebasan Irian Barat, terciptanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Cina, serta
               diselengarakannya Konferensi Asia-Afrika (Ricklefs, 2005: 491).
                     Terkait masalah Irian Barat, Indonesia memberikan usulan agar masalah Irian
               Barat dicantumkan ke dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB. Usulan itu
               mendapat dukungan dari negara-negara Asia-Afrika yang kemudian membuat lunak
               sikap Belanda. Dengan melunaknya sikap Belanda dilakukanlah perundingan bilateral
               (Poesponegoro dan Notosusanto, 2010: 438). Perkembangan dari  dalam  negeri  pun
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223