Page 217 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 217
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
Sebagai pemikir dan pemimpin pergerakan Soekarno menyempurnakan
200 201
pemikirannya pada Sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1960, melalui
pidatonya To Build The World New, ia menawarkan membangun dunia kembali yang
lebih Adil, dan mengusulkan Pancasila sebagai piagam PBB. Soekarno menyangkal
pendapat filsuf Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ajaran itu.
Rakyat Asia dan Afrika, serta Amerika Latin, tidak menganut ajaran Manifesto Komunis
ataupun Declaration of American Independence. Indonesia tidak dipimpin oleh kedua
paham itu, tidak mengikuti konsep liberal dan komunis. “Dari pengalaman kami sendiri
dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih
cocok.” Lantas ia simpulkan, “Sesuatu itu kami namakan Pancasila. Gagasan-gagasan
dan cita-cita itu, sudah terkandung dalam bangsa kami. Telah timbul dalam bangsa kami
selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa.”
(Soekarno, 1989:63-64).
Soekarno tampil sebagai orator yang berpengaruh dan terdepan mewakili Negara
Asia-Afrika. Seorang pemimpin dengan kemampuan retorika, mampu membangun suatu
pemahaman dari pemimpin dan rakyat Negara-negara tertindas. Soekarno memiliki
kredibilitas, dan kemampuan untuk mempengaruhi dan membangun solidaritas bersama
negara-negara terjajah. Soekarno menyampaikan pesan diplomatiknya dengan konsisten
tentang anti Imprealisme dan kapitalisme dan mengajak Negara-negara terjajah bersatu
melawan sistem dunia yang tidak adil (Roring, 2018: 46).
3. Diplomasi Kooperatif
Diplomasi secara umum dalam hubungannya dengan politik internasional
merupakan seni dalam mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya
dengan negara lain, yang dalam hal ini merupakan kepentingan nasional suatu negara
dalam dunia internasional. Namun oleh sebagian pandangan diplomasi lebih menekankan
terhadap negosiasi–negosiasi perjanjian atau sebagai posisi tawar-menawar dengan
negara lain. Diplomasi sangat erat dengan penyelesaian permasalahan-permasalahan
yang dilakukan dengan cara–cara damai, tetapi apabila cara–cara damai gagal untuk
memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman
atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan–tujuannya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa perang juga merupakan salah satu sarana dalam diplomasi di dunia
internasional (Roy, 1995: 21).
Diplomasi kooperatif diartikan dengan kondisi semua pihak bekerja sama secara
kolaboratif yang bertujuan membangun saling percaya dan menyelesaikan suatu
permasalahan (Christian Le Mière, 2014). Indonesia memulai perjalanan sebagai Negara
yang diakui secara dejure dan defacto setelah diadakannya Konferensi Meja Bundar
(KMB) tangal 23 Agustus 1949 di Den Hag, Sesuai dengan kesepakatan kedua negara,
sistem pemerintahan Indonesia haruslah berbentuk serikat. Pemerintah Indonesia
mencoba menjalin hubungan baik dengan pemerintah Belanda, guna mendapatkan
kejelasan mengenai status Irian Barat yang masih dikuasai oleh pemerintah Belanda.