Page 220 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 220
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
perlawanan terhadap AS akibat politik standar ganda (Wardaya, 2008:29). Diplomasi
202 203
koersif lainnya dikenal dengan nama “Ganyang Malaysia”. Soekarno secara langsung
menentang Inggris terkait berdirinya Federasi Malaysia. Indonesia menganggap
Federasi Malaysia merupakan suatu unifikasi atau “pemusatan kekuatan kolonial baru
di perbatasan Indonesia” (Leifer, 1989:113), negara boneka dan taktik imperialisme
(Kusmayadi, 2017). Soekarno menegaskan bahwa Indonesia mengambil kebijakan
konfrontasi di bidang politik dan ekonomi (Leifer, 1989: 116-117), pernyataan sikap dan
demonstrasi politik; pemutusan hubungan ekonomi; dan pengerahan terbatas pasukan
militer. Puncak konfrontasi terjadi ketika Indonesia menyatakan keluar sebagai anggota
PBB pada 7 Januari 1965, sebagai akibat dari diterimanya Malaysia sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB (Kusmayadi, 2017). Pada masa ini pula kesehatan
Presiden Soekarno mulai mengalami penurunan dan menjadi jalan pembuka bagi
munculnya revolusi untuk menggantikan posisi Presiden Soekarno sebagai penguasa
tunggal Indonesia (Nugroho, 2016: 130).
6. Penutup
Kepentingan nasional Indonesia di era ini adalah mempertahankan kemerdekaan
dan memperoleh pengakuan kedaulatan sebagai negara merdeka. Perlawanan
bersenjata, di satu sisi, tidak efektif jika tidak diimbangi dengan diplomasi di sisi
lainnya. Strategi ini telah menjadi episode tersendiri dalam politik luar negeri Indonesia
era Perang Dingin dengan dinamika politik internasional yang didominasi blok Barat
dan Blok Timur. Perang dingin berdampak pada pergeseran orientasi diplomasi
Indonesia, beberapa kebuntuan yang terjadi dalam diplomasi, seperti dalam isu masalah
pembebasan Irian Barat, paradoks kebijakan anti-kolonialisme dalam politik luar negeri
AS, dan kecenderungan menguatnya hasrat imperialisme Inggris pada isu federasi
Malaysia, dianggap mengganggu kepentingan nasional Indonesia. Langkah-langkah
diplomasi sebagai ujung tombak kebijakan luar negeri yang ditujukan untuk mencapai
kepentingan nasional Indonesia dinilai tidak sepenuhnya memadai dalam konteks
perubahan dinamika politik internasional era Perang Dingin. Oleh karena itu, Seokarno
dalam upayanya mencapai kepentingan nasional, melakukan perubahan strategi dan
orientasi diplomasi dari kooperatif menjadi koersif sebagai pilihan ujung tombak
pelaksanaan kebijakan luar negerinya. Strategi diplomasi koersif yang digunakan
oleh Soekarno ternyata berhasil dalam isu pembebasan Irian Barat, tetapi gagal untuk
masalah konfrontasi dengan adanya pembentukan Federasi Malaysia. Politik luar
negeri Soekarno berakhir ketika peristiwa 1965 terjadi, bersamaan dengan pergantian
kepemimpinan dari Soekarno kepada Soeharto.