Page 347 - Science and Technology For Society 5.0
P. 347
310 ~ Seminar Internasional FST UT 2021 ~
PENDAHULUAN
Kegiatan budi daya atau onfarm sebagai salah satu subsistem dalam
agribisnis memegang peranan penting sebagai sumber produksi penghasil
komoditas pertanian. Tuntutan kebutuhan produk-produk pertanian yang
aman, sehat, dan ramah lingkungan yang semakin meningkat dapat
memantik para produsen yang bergerak di sektor onfarm ini untuk
mengembangkan suatu kegiatan budi daya organik dimana di dalamnya
tidak hanya mengejar peningkatan produksi semata, namun juga mulai
memperhatikan variabel-variabel pendukung kesehatan pangan dan
ekosistem pertanian, termasuk input yang digunakan dalam kegiatan
produksinya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, budi daya secara organik banyak
dikembangkan dewasa ini. Menurut Widowati et al. (2018) dalam pertanian
organik terdapat prinsip yang harus dipenuhi antara lain lahan yang
digunakan harus bebas dari cemaran bahan agrokimia sintetik, tidak
menggunakan benih/bibit GMO (Genetically Modified Organisms), tidak
menggunakan pupuk kimia sintetik, tidak menggunakan pestisida kimia
sintetik, tidak menggunakan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetik, dan
penanganan pasca panen serta pengawetan bahan pangan dengan cara
yang alami.
Selain itu, sebagai upaya untuk meminimalisir cemaran kimia maupun
biologi yang dapat masuk ke lahan, kegiatan pengairannya juga memerlukan
perhatian khusus. Lahan yang diperuntukkan untuk produksi secara organik
dan untuk segmen pasar organik umumnya harus melalui prosedur
sertifikasi lahan oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang ada di
Indonesia (Institute, Alifa, & Kombas.id, 2019).
Sampai dengan tahun 2018 lahan di Indonesia yang telah dikonversi
menjadi lahan organik mencapai 251.630,98 hektar, mengalami kenaikan
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Luasan lahan yang
bersertifikasi organik tersebut meliputi padi, kelapa, teh, kopi, jeruk, pisang,
kakao, sayuran, dan buah tropis. Luas lahan yang digunakan untuk budi daya
sayuran organik yang terdata pada tahun 2018 sekitar 122,01 hektar,
mengalami penurunan dibandingkan periode 2014-2017 yang mencapai
lebih dari 400 hektar (Institute et al., 2019). Penurunan ini bisa disebabkan
karena beberapa faktor, seperti adanya operator organik baru yang belum
mendaftarkan lahannya untuk disertifikasi, operator organik lama yang