Page 172 - Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi Yang Beretika dan Demokratis
P. 172
156
Bagian II: Media Sosial dan Multiliterasi di Era Digital
tidak berpikir kritis. Mereka yang ragu‐ragu akan isi berita ini, dapat
dikatakan mahasiswa yang masih berpotensi dikembangkan pola berpikir
kritisnya dalam memperoleh informasi yang benar. Mahasiswa yang berpikir
apatis atau tidak peduli, dapat diklasifikasikan sebagai mahasiswa yang
cenderung malas berpikir, bahkan mereka tidak memiliki minat untuk
membaca kebenaran berita tersebut.
Selanjutnya, peneliti memberikan berita lengkapnya kepada mahasiswa
untuk dibaca dan melihat respon mereka berdasarkan isi beritanya. Hasil
yang didapatkan pun mengalami perbedaan ketika mereka sekadar
membaca judul. Survei yang didapatkan oleh peneliti, ada peningkatan pada
mereka yang ragu‐ragu, menjadi penasaran dan mencari sumber yang
relevan untuk membuktikan kebenaran berita tersebut. Akan tetapi, mereka
yang berpikir percaya dan apatis tetap pada pendiriannya dan merasa
bahwa tersebut tidak perlu dikaji kebenarannya.
Berita tersebut dianggap fakta oleh mahasiswa yang tidak berpikir kritis.
Ketika berita ini disajikan di media sosial, berbagai macam pandangan
disampaikan, mulai dari anggapan fakta hingga dianggap hoax. Stigma ini
muncul karena redaksi yang disampaikan menjurus kepada salah satu tokoh
masyarakat dengan konotasi negatif. Untuk itu, suatu redaksi berita akan
memengaruhi perspektif pembacanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan, pada berita pertama sebanyak 50
mahasiswa memiliki cara berpikir kritis yang berusaha mencari penelitian
yang relevan dengan berita tersebut untuk membuktikan kebenarannya.
Sebanyak 6 orang mahasiswa yang mempercayai kebenaran berita tersebut,
disimpulkan sebagai mahasiswa yang membaca dengan langsung
mempercayai kebenaran suatu berita. Adanya perubahan dari mereka yang
ragu‐ragu, karena sebatas membaca judul, membuktikan perilaku berpikir
mereka yang masih bisa dikembangkan menjadi pembaca dengan pola pikir
yang kritis dengan mengedepankan aspek kelogisan dalam berita. Untuk
pembaca yang apatis, mereka dapat dikatakan tidak akan mengalami
perubahan dari berita yang pertama, ada beberapa faktor yang disimpulkan
oleh peneliti. Pertama, berita tersebut dipandang tidak menarik, kedua
berita tersebut terlalu sering beredar di media sosial dan menjadi suatu hal
yang monoton.
2. www.satuindo.com/2017/05/video‐adzan‐diteriaki‐huuuu‐saat‐
aksi.html?m=1