Page 260 - Pendidikan Terbuka Untuk Indonesia Emas
P. 260
Pendidikan Terbuka untuk Indonesia Emas
lebih jiwa tersebut agar mereka memiliki akses terhadap
ilmu pengetahuan dan sumber belajar untuk meningkatkan
kompetensi dirinya.
Disisi lain, fakta menunjukkan bahwa Pemerintah belum dapat
memberikan akses pendidikan yang merata kepada seluruh
masyarakat usia produktif tersebut. Data angka partisipasi
kasar (APK) pendidikan tinggi yang menunjukkan persentase
penduduk usia 19-23 tahun yang seyogyanya menikmati
pendidikan tinggi hingga sekarang masih berada di seputaran
angka 34,58%. Padahal Pemerintah telah mengganggarkan
tidak kurang dari 4,9 trilyun rupiah untuk beasiswa Bidikmisi.
Hal ini mengindikasikan bahwa ada lebih dari 12 juta anak
yang seharusnya menikmati pendidikan tinggi namun saat
ini belum terjangkau oleh sistem pendidikan tinggi nasional
yang ada. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
(Menristekdikti) periode 2014-2019, M. Nasir, mengakui
bahwa Indonesia belum memberikan kesempatan adil bagi
pemuda yang hidup di kota atau kabupaten yang jauh dari PT,
sehingga Kemenristekdikti ketika itu mendorong perguruan
tinggi untuk mengembangkan Program Studi Jarak Jauh
(Kompas, 2019) seperti yang dilakukan Universitas Terbuka
(UT). Upaya ini didasari kesadaran bahwa sistem pendidikan
tinggi konvensional yang bersifat tatap muka memang
akan sulit menjangkau seluruh wilayah nusantara karena
keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya manusia (dosen)
maupun sumberdaya fisik (kampus dll.).
Sistem Pendidikan jarak jauh (SPJJ) memang dapat mengatasi
kendala jarak, baik dari jarak fisik seperti domisili, jarak
demografi seperti usia, maupun jarak sosial seperti daya beli.
SPJJ seperti yang dilakukan oleh UT telah terbukti mampu
meningkatkan daya tampung perguruan tinggi hingga puluhan
kali daya tampung universitas dengan sistem tatap muka.
258