Page 85 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 85
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
terhadap imprealisme dan kolonialisme. Nasionalisme Asia Afrika tidak sama dengan
68 69
nasionalisme Negara Barat. Menurut Soekarno nasionalisme Barat adalah kekuatan
agresif yang mencari ekspansi untuk keuntungan ekonomi nasionalnya. Nasionalisme
barat kakek dari imprealisme yang bapaknya adalah kapitalisme. (Siswoyo, 2013)
3. Membumikan Nasionalisme Soekarno
Bagi generasi muda saat ini, nasionalisme seakan tidak bermakna lagi. Padahal
udara kemerdekaan yang mereka hirup adalah energi nasionalisme yang melekat pada
pemuda masa pergerakan dan masa revolusi kemerdekaan. Pemuda yang berjuang pada
masa pergerakan maupun masa revolusi (fisik dan diplomasi) umurnya sama dengan
pemuda ditingakat SMA maupun mahasiswa saat ini. Misalnya pendiri Boedi Oetomo
yaitu Soetomo ketika mendirikan organisasi tersebut berumur 15 tahun yang merupakan
siswa STOVIA pada saat itu. Pada masa revolusi pun melahirkan pemuda-pemuda
yang memiliki kadar nasionalisme yang sangat kuat. Di Sulawesi Selatan dikenal
Andi Abdullah Bau Massepe yang meninggal diusia 29 tahun setelah mengobarkan
perlawanan di Limae Ajattappareng terhadap kembalinya NICA ke Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan sikap nasionalisme bagi peserta
didik adalah implementasi pendidikan karakter. Presiden Joko Widodo telah menerbitkan
Perpres No 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi
Mental. PPK bertujuan untuk membekali peserta didik menjadi generasi pancasilais dan
generasi emas 2045. Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya, giat
melakukan pembumian pancasila dalam dunia pendidikan yang dirumuskan oleh Nadiem
Anwar Makarim dengan istilah Profil Pelajar Pancasila yang konsepnya bersumber dari
nasionalisme pemikiran Soekarno (Kusuma & Tati, n.d., 2021). Menurut Soekarno
paradigma nasionalisme adalah persatuan dan kesatuan dalam bhinneka tunggal ika.
Dengan bersatu maka bangsa Indonesia dapat hidup sejahtera, adil dan makmur seperti
yang terdapat dalam prinsip Pancasila (Burlian, 2020).
Dizaman globalisasi saat ini, sesungguhnya tetap membutuhkan identitas nasional
sebagai pembeda dengan bangsa lain. Dua krisis penting yang dialami pemuda saat ini
adalah krisis jati diri atau krisis identitas dan krisis nasionalisme. Krisis identitas karena
pemuda saat saat ini telah meninggalkan nilai-nilai pancasila dan terjebak pada nilai
materialis, pragmatis dan hedonis sehingga mengalami degradasi moral. Sementara
pada krisis nasionalisme, pada sebuah survei yang pernah dilakukan oleh salah satu TV
swasta menunjukkan bahwa tidak semua pemuda atau generasi muda hafal Indonesia
Raya dan Pancasila. Hal ini membuktikan bahwa pemuda tidak memiliki kepedulian
terhadap simbol-simbol bangsa dan Negara (Warsono, 2009).