Page 84 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 84
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
inilah yang menjadi dasar bagi Soekarno dan pemuda lainnya membentuk organisasi
66 67
pergerakan yang bersifat kultural. Kultural yang dimaksud adalah karena beraneka
latar kultur di Indonesia sehingga dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan harus
diikat oleh budaya daerah, misalnya nasionalisme Jawa, nasionalisme Sumatera,
nasionalisme Sulawesi dan lain-lain (Nagazumi, 1981; Saudah, 2019). Nasionalisme
kultural awalnya hanya memperhatikan masalah ekonomi dan keterbelakangan ekonomi
pribumi dan belum menyentuh ranah politik. Sarikat Dagang Islam hanya berorientasi
pada peningkatan ekonomi rakyat, khususnya umat Islam. Boedi Oetomo berjuang pada
bidang sosial (pendidikan), organisasi-organisai pemuda yang bersifat kultural (Jong
Jawa dan lainnya) hanya berjuang pada peningkatan kesejahteraan rakyat (Hatta, 1976).
Praktek kolonialisme dan kapitalisme menjadi pemandangan sehari-hari Soekarno.
Menurutnya kolonialisme dan imprealisme melahirkan masyarakat yang eksploitatif.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah, Soekarno mendirikan organisasi politik
dengan nama PNI (Perhimpunan Nasional Indonesia) yang berhaluan non kooperatif
terhadap penjajah. Penyematan kata “Indonesia” pada organisasi tersebut adalah
bukti bahwa Soekarno memiliki takaran nasionalisme yang tinggi dalam mewujudkan
Indonesia Merdeka. Selain di Indonesia, pemuda Indonesia banyak belajar di Belanda,
pemuda inilah yang banyak mencerahkan pelajar Asia lainnya. Nasionalisme pemuda
di Indonesia dan yang belajar di Belanda terus bergelora dan memiliki kesamaan tujuan
lepas dari penjajah yaitu merdeka dan mandiri (Solichin, 1984).
Menurut Soekarno, nasionalisme adalah rasa ingin bersatu, persatuan perangai
dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat. Soekarno menjelaskan tentang
nasionalisme dan Islam, Soekarno bertutur bahwa “dimana-mana orang Islam bertembat,
bagaimanapun juga jauhnya dari tanah kelahirannya, di dalam negeri ia menjadi satu
bagian dari rakyat Islam daripada persatuan Islam, disitulah ia harus mencintai dan
bekerja untuk keperluan negeri dan bangsanya”. Pendapat ini memperjelas bahwa
nasionalisme Soekarno tidak anti Islam, bukan di luar Islam akan tetapi menyatu dalam
tubuh umat Islam bukan di luar Islam, akan tetapi ia menyatu dalam tubuh umat Islam
dimanapun berada. Nasionalisme, sifatnya nasional dalam batasan Negara tertentu,
tetapi sikapnya universal jika dihubungkan dengan Islam (Niwandhono, 2011).
Nasionalisme di Indonesia, Asia dan Afrika pada umumnya merupakan
nasionalisme yang timbul sebagai reaksi terhadap penjajahan kolonial (Sukarno &
Nasution, 1963). Nasionalisme yang dikembangkan Soekarno ialah nasionalisme yang
mencerminkan sikap anti terhadap kolonialisme dan imprealisme. Penderitaan bangsa
Indonesia dibawah kolonialisme memberikan warna terhadap konsep nasionalismenya.
Nasionalisme yang diyakininya lahir dari menselijkheid (kemanusiaan), “nasionalisme
adalah perikemanusiaan” (Sjamsuddin, 1988)”. Nasionalisme Indonesia disebutnya
sebagai nasionalisme Timur.
Nasionalisme bagi Soekarno adalah mesin besar yang menggerakkan semua
kegiatan internasional Indonesia, nasionalisme adalah sumber besar dan inspirasi
agung dari kemerdekaan. Nasionalisme di Asia dan Afrika adalah gerakan protes