Page 21 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 21
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
dan mampu bersaing dengan bangsa lain melalui perjuangan untuk membangkitkan
4 5
rasa nasionalisme, memperjuangkan rakyat dan pada akhirnya, dapat memerdekakan
Indonesia.
3. Pandangan Soekarno Untuk Pendidikan Indonesia Pasca Proklamasi
Pendidikan menjadi elemen penting dalam pandangan Soekarno pasca
proklamasi dan saat Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini Soekarno
tegaskan, bahwa keadaan masyarakat Indonesia ke depan dapat dilihat dengan kondisi
pendidikannya saat ini, bila pendidikan saat ini berjalan dengan baik maka ke depan
kehidupan masyarakat Indonesia akan mengalami peningkatan yang lebih baik pula.
Sebagai mana paham Marhaenisme yang Soekarno gagas yakni sebuah ideologi
pergerakan dimana untuk dapat menjadi mandiri secara ekonomi dan terbebas dari
eksploitasi pihak lain, tiap individu atau rumah tangga memerlukan faktor produksi
atau modal yang salah satunya dapat ditafsirkan sebagai kekuatan sumber daya manusia
melalui pendidikan.
“Sesuatu bangsa mengajar dirinya sendiri! Sesuatu bangsa hanyalah dapat
mengajarkan apa yang terkandung dalam jiwanya sendiri! Bangsa budak
belian akan mendidik anak-anaknya di dalam roh perhambaan dan penjilatan;
bangsa orang merdeka akan mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang
merdeka…” Soekarno (2019, p. 675)
Soekarno beranggapan bahwa esensi pembelajaran suatu bangsa itu harus berasal
dari kandungan dan jiwa bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia yang telah merdeka
wajib mendidik generasi berikutnya dengan prinsip-prinsip dasar kemerdekaan. Oleh
karenanya, Soekarno menganggap pendidikan sebagai instrumen penting untuk dapat
mendukung keberlanjutan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno juga memiliki pandangan bahwa keterbukaan, dilaksanakan secara
merdeka dan sesuai prinsip demokrasi pada bidang pendidikan harus dijalankan
(Firdaus, 2016). Demokratisasi pendidikan bagi Soekarno yaitu berupa penegasan
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh pelaksana pendidikan kepada peserta didik
dalam kondisi yang senang, bebas, penuh keceriaan tanpa perasaan takut dan tekanan
(Pangestu & Rochmat, 2019).
Disamping itu, persamaan gender ditunjukkan Soekarno melalui kepedulian lebih
untuk perempuan agar mendapatkan akses pendidikan yang sama, akses pada ekonomi,
politik dan layanan publik lainnya, namun masih dalam koridor kodrat perempuan.
Dengan kata lain, kondusivitas pada aktivitas pembelajaran, baik itu demokrasi dan
persamaan hak akan menumbuh kembangkan pikiran-pikiran kritis, open-minded,
mandri dan berdemokrasi dalam mengemukakan pendapat sehingga akan menghasilkan
individu-individu yang merdeka dalam belajar, berkualitas penuh terhadap kompetensi
keilmuwannya (Firdaus, 2016).