Page 135 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 135

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)                                                                                           Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


                        mencintai dan bekerja untuk rakyat diantara mana ia hidup, selama negeri yang ia diami,
                118                                                                                                                                                                                             119
                        mencintai dan bekerja untuk rakyat di antara mana ia hidup, selama negeri dan rakyat
                        itu masuk Darul-Islam” 9


                        b.   Preferensi Generasi Muda Era Demokrasi Post-Truth
                             Di  Era  Demokrasi  Post-Truth,  Orang  cenderung  tidak  mencari  kebenaran
                        melainkan  sesuatu  yang  sesuai  dengan  keyakinan  dan  perasaan  meskipun  itu  salah.
                        Kondisi seperti inilah yang sedang menjangkit masyarakat Indonesia di mana bukan
                        rasio dan nalar yang digunakan dalam menghadapi suatu isu atau informasi, namun
                        lebih  mengedepankan  emosi. Di Era  Demokrasi  Post-Truth, emosi  dan keyakinan
                        personal lebih penting dari pada fakta-fakta objektif sehingga antara kebohongan dan
                        kebenaran sulit diidentifikasi.
                             Di Indonesia, polarisasi politik, khususnya dalam satu atau dua dekade ini, tampak
                        nyata dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Dalam hal ini muncul bukan
                        hanya polarisasi isu, melainkan juga polarisasi geokultural. Konten-konten negatif lalu-
                        lalang mengaburkan fakta-fakta politik sebenarnya dan melahirkan apa yang disebut
                        politik post-truth.
                             Kategori  disinformasi  post-truth  yang  diproduksi  dan  disirkulasikan,
                        yaitu  disinformasi  politik,  non politik,  hiburan,  dan demi  keuntungan  finansial.
                        Disinformasi  post-truth  juga  berpotensi  mengancam demokrasi  elektoral.  Caranya
                        dengan menggunakan hoaks dan berita palsu serta manipulasi preferensi melalui big
                        data  dan  micro-targeting.  Indonesia sebagai salah satu produsen netizen  terbesar di
                        dunia, memiliki daya literasi yang rendah dalam memaknai demokrasi, ini berdampak
                        pada penyalahgunaan media sosial seperti facebook, instagram, twitter, youtube hingga
                        whatsapp sangat masif.  Soekarno dalam  Soekarno dalam pidato  hari pahlawan  10
                                             10
                        November 1961:

                                   “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan
                                   lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”

                             Media  sosial tersebut  hanya  dijadikan  ajang  penyebar  kebencian,  kritik,  dan
                        ekspresi negatif terhadap  suatu kebijakan  namun tidak  rasional  dan tidak  kredibel,
                        perdebatan publik, hingga aksi-aksi penipuan bahkan sampai tindakan radikalisasi atas
                        nama agama dan kejahatan lintas negara, akibatnya potensi disintegrasi bangsa semakin
                        tinggi.









                        9  Sigit  Parikesit dan Ir. Soekarno,  Di Bawah Bendera  Revolusi  Jilid  I, Nasionalisme,  Islamisme,
                           Marxisme,, (Jakarta: Banana Books, 2016), hlm. 4
                        10  Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono,  Demokrasi Di Era Post Truth, Kepustakaan Populer
                           Gramedia, 2021
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140