Page 134 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 134
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
semakin tidak boleh berpancasila. Kedua, intoleransi disebabkan efek desentralisasi,
116 117
ketiga, kepentingan politik yang dikemas dalam urusan agama. Hal ini menimbulkan
polarisasi kuat dan gesekan antar umat beragama.
6
Kemudian hasil riset Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
memperkuat sinyal situasinya telah bergerak semakin dalam. Di Indonesia, menurut
laporan BNPT, sebagian pelaku aksi terorisme diketahui berusia muda. Berada di
rentang usia 23-27 tahun dengan pemahaman keagamaan yang rendah, mereka menjadi
korban perekrutan dan cuci otak jaringan teroris. 7
Tantangan intoleransi dan ekstrimisme radikal generasi muda muslim sebenarnya
telah ditegaskan dalam pemikiran Soekarno utamnya dalam membangun Nasionalisme
yaitu: rasa ingin bersatu, persatuan, perangai dan nasib serta persatuan antara orang dan
tempat. Dalam menjelaskan tentang nasionalisme Islam, Soekarno berkata:
“Dimana-mana orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri
tempat kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu, ia menjadi satu bahagian
dari rakyat Islam, daripada persatuan Islam. Di mana-mana, di situlah ia
harus mencintai dan bekerja untuk keperluan negeri itu dan rakyatnya. Inilah
nasionalisme Islam. ini menegaskan bahwa sikap nasionalisme bukanlah anti
Islam, bukan di luar Islam, akan tetapi ia menyatu dalam tubuh umat Islam dimana
pun mereka berada. Nasionalisme, meski sifatnya regional dalam batasan negara
tertentu, akan tetapi sikapnya universal jika dihubungkan dengan Islam”. 8
Islam dalam pandangan pemikiran Soekarno sebagai agama yang progresif
dan rasional, bukan seperti yang dipraktekkan di Indonesia. Ia berpendapat supaya
agama ini menampakkan ciri-ciri sebenarnya yang tidak bertentangan dengan ide-ide
nasionalisme dan marxisme seperti yang ia tafsirkan berikut;
“Islam yang sejati tidaklah mengandung asas anti-nasionalis; Islam yang sejati
tidaklah bertabiat anti-sosialistis. Selama kaum Islamis memusuhi faham-faham
Nasionalis yang luas budi dan Marxisme yang benar, selama itu kaum Islamis tidak
berdiri di atas Sirothol Mustaqim; selama itu tidaklah ia mengangkat Islam dari kenistaan
dan kerusakan tadi. Kita sama sekali tidak melupakan yang Islam itu melebihi bangsa,
super-nasional. Kita hanya mengatakan, bahwa Islam yang sejati itu mengandung tabiat-
tabiat sosialistis dan menetapkan kewajiban-kewajibannya yang menjadi kewajiban
kewajiban nasionalis pula. Bukankah, sebagai yang sudah kita terangkan, Islam yang
sejati mewajibkan pada pemeluknya mencintai dan bekerja untuk negeri yang ia diami,
6 Alissa Wahid. Intoleransi di Indonesia Capai 54 Persen, Ini Penyebabnya. Medcom.Id MetroTV,
2021. Ada yang menarik dalam, Alissa menemukan tren ketika ada satu daerah yang mayoritas muslim,
lalu menolak pendirian gereja. Sebaliknya ada juga yang daerah mayoritas kristen menolak pendirian
masjid. Nah, kalau kita lihat disini, Pemda hanya melihat dari kacamata daerahnya saja," jelas dia
7 Muhammad Nurul Huda, Intoleransi Kaum Muda Di Tengah Kebangkitan Kelas Menengah Muslim
Di Perkotaan, Diterbitkan 2017 oleh Wahid Foundation Bekerjasama dengan Australia Indonesia
Partnership for Justice 2 (AIPJ2) dalam program Prioritas Go.
8 Sigit Parikesit dan Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, (Jakarta: Banana Books, 2016),
hlm. 4