Page 126 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 126
Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
Secara epistemologis, geopolitik Bung Karno merupakan sintesis antara
108 109
pemikiran asli tentang Nusantara sebagai archipelagic state dengan kombinasi
pemikiran geopolitik Barat dan geopolitik Timur. Dalam perspektif negara kepulauan,
berbagai daratan kepulauan dengan seluruh keunikannya disatukan oleh lautan menjadi
satu kesatuan wilayah Indonesia. Geopolitik maritim Bung Karno dideklarasikan
oleh Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang merubah batas
laut teritorial semula 3 Nm menjadi 12 Nm sehingga luas laut keseluruhan menjadi
pemersatu seluruh pulau di Indonesia. Pada mulanya banyak negara besar menentang
deklarasi tersebut, namun perjuangan diplomasi berhasil pada tahun 1982 ketika PBB
menerimanya sebagai United Nations Convention of the Law of the Sea (UNCLOS).
Hukum Laut Internasional tersebut menjadi hukum positif setelah Guyana menjadi
negara ke-60 yang meratifikasinya pada tahun 1994. Kesatuan wilayah ini melahirkan
konsep Wawasan Nusantara sebagai wujud nyata geopolitik NKRI berlandaskan
Pancasila.
Geopolitik Bung Karno pada tataran internasional juga tampak kuat pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) di Beograd, Yugoslavia,
tahun 1961. GNB merupakan aliansi negara-negara merdeka dan berdaulat penuh yang
tidak menggabungkan diri ke dalam Blok Barat atau Blok Timur yang bertikai pada
Perang Dingin. Pada awalnya banyak yang memperkirakan GNB sebatas kekuatan moral,
namun ternyata tindakan aksinya berdimensi luas dan turut mempengaruhi isu-isu politik
dunia. GNB dengan tegas dan konsisten menentang kolonialisme dan imperialisme yang
masih membelenggu negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Geopolitik Bung
Karno bertujuan untuk menciptakan keadilan dan menghapuskan penderitaan akibat
imperialisme dan kolonialisme. Bung Karno meyakini politik bebas yang aktif akan
menjadi kekuatan moral sekaligus kekuatan politik sebagai penyeimbang dari kekuatan
kedua blok tersebut. Geopolitik Bung Karno tersebut dirumuskan menjadi tujuan
politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas dan aktif hingga kini guna mencapai
kepentingan nasional Bangsa Indonesia.
3. Regionalisme Kepentingan Nasional Indonesia
Kepentingan nasional Indonesia juga diproyeksikan pada tataran regional.
Regionalisme kepentingan nasional Indonesia oleh Bung Karno secara piawai
didemonstrasikan pada lingkup inter regional dan intra regional. Konferensi Asia-
Afrika (KAA) tahun 1955 adalah geopolitik Bung Karno pada lingkup inter regional
dengan banyaknya peserta konferensi dan perwakilan dari benua Asia dan Afrika.
Melalui KAA, Bung Karno tidak hanya menyatukan negara-negara dunia ketiga, tetapi
juga memberikan semangat dan kesadaran baru bagi bangsa-bangsa Asia dan Afrika
untuk menjalin persatuan melawan imperialisme dan kolonialisme. Pada sisi lain,
keinginan persatuan bangsa-bangsa Asia-Afrika itu sendiri juga merupakan representasi
penerimaan masyarakat dunia terhadap geopolitik Bung Karno. Penyatuan perbedaan
latar belakang, geografis hingga ideologi, kemudian disarikan sebagai acuan untuk