Page 28 - Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta
P. 28

Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB)  Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta


               lagi, Islam is progress, progress berarti barang baru, barang baru yang lebih sempurna,
 10                                                                                           11
               yang lebih tinggi tingkatannya daripada barang yang terdahulu.  Waktunya kita wajib
                                                                        11
               memberantas paham-paham yang mengkafirkan segala kemajuan dan kecerdasan itu,
               membelenggu segala nafsu kemajuan dengan belenggunya : “ini haram, itu makruh”,
               pada jaiz atau mubah semata-mata.
                     Di mata pengkritik Soekarno dari kalangan politisi Islam, Soekarno bukan sosok
               seorang Islam santri. Terlepas dari memenuhi atau tidaknya konsep-konsep Soekarno
               tentang  Allah dan agama  ditinjau  dari ortodoksi agama yang dianutnya  tetapi  ia
               adalah seorang yang cerdas dan jujur, yang jiwanya selalu memendam kerinduan yang
               mendalam untuk mencari Tuhan dan kebenaran. Fakta mengungkap, suka tidak suka,
               nyatanya  berkat  pandangan  spiritualitasnya  yang lapang dan inklusif  itu,  Soekarno
               dengan  Pancasila  yang  dipersembahkan  sebagai  jiwa  bangsa  itu,  Indonesia  tidak
               bercerai  berai  seperti  negara-negara Afrika.  Di tengah  kian  mengendurnya  ikatan-
                                                       12
               ikatan  sebagai  satu  bangsa,  di  mana  agama  benar-benar  bisa  mengunggulkan  term
               rahmatan lil ‘âlamin, tidak justru hanya untuk membenarkan kepentingan politik sesaat
               hingga terjebak dengan nama oportunis. Soekarno mengedepankan Islam as the religion
               of piece (agama perdamaian).
                     Sangat jelas sekali, Soekarno menempatkan dirinya sebagai pejuang penentang
               kekolotan, kejumudan, ketakhayulan dan kemusyrikan yang terjadi di kalangan umat
               Islam.  Ide-idenya tentang  pendidikan  Islam  sangat  relevan  dengan  Muhammadiyah
               yang mengedepankan pengetahuan Barat yang mendapat prioritas utama dan menolak
               dikotomi ilmu pengetahuan. Ide-ide pembaruannya dalam pendidikan Islam mendapat
               tempat di hati masyarakat saat itu. Kemantapan beliau dalam berislam dinilai sangat luar
               biasa ketika menentang taqlidisme dan hadramautisme. Zaman nanti akan membuktikan,
               bahwa kaum muda  tulus dan ikhlas  mengabdi  kepada  kebenaran,  tulus dan ikhlas
               mengabdi kepada Tuhan. Belum pernah di sejarah dunia tertulis, bahwa sesuatu reform
               movement tidak mendapat perlawanan dari kaum yang jumud, belum pernah sejarah
               dunia itu menyaksikan bahwa sesuatu pergerakan yang mau membongkar adat-adat salah
               dan ideologi-ideologi salah yang telah berwindu-windu dan berabad-abad bersulur dan
               berakar pada sesuatu rakyat, tidak membangunkan reaksi hebat dari pihak jumud yang
               membela adat-adat ideologi-ideologi itu. Silahkan kaum muda bekerja terus dengan
               saling menjaga, jangan sampai mengadakan perpecahan dan permusuhan satu sama lain
               di kalangan umat manusia. 13
                     Nasionalisme  dipahami  dan sadari untuk menumbuhkan  rasa cinta  terhadap
               bangsa dan Negara sendiri. Nasionalisme penting dimiliki setiap anak bangsa. Apalagi
               untuk tujuan akhirnya adalah menciptakan harmonisasi dan kerukunan dalam berbangsa.
               Karenanya bangsa diartikan  satu nyawa, suatu asas akal, yang terjadi  dari dua hal

               11    Ir. Soekarno, Islam Sontoloyo, (Yogyakarta: Basabasi, 2020), hal. 52.
               12    Bambang Noersena, Reliji dan relijiusitas Bung Karno: Keberagaman memperkokoh Indonesia, (Bali:
                       Jagadhita Press, 2001), hal. 69.
               13    Ibid, hal. 57-58.
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33